Senin, 29 April 2013

Keberadaan pidana denda dalam UU no 22 tahun 2009 tentang lalu lintas



Keberadaan pidana denda dalam UU no 22 tahun 2009 tentang lalu lintas

Latar belakang
            Pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa penting dan evektivnya keberadaan pidana denda ini di dalam kehidupan masyarakat, dan apakah masyarakat masih tetap percaya terhadap pidana denda ini dan apakah masih dapat di upayakan kebeadaanya..keberadaan pidana denda yang tujuan awalnya adalah memberikan Punishment serta sebagai pendapatan negara merupakan tujuan mulia yang hendak di capai, namun hal itu hanya sekedar angin lalu saja nyatanya pidana tilang tersebut justru menjadi ajang beberapa oknum guna memperoleh keuntungan, hal ini terjadi karena kurang tansparannya audit dari kepolisisan dan kejaksaan mengenai piutang denda tilang yang ada, sesuai denga yang termuat pada harian kompas “Untuk menghindari penyelewengan, pendapatan denda bukti pelanggaran kendaraan bermotor perlu audit dan diumumkan ke publik”[1]. Hal itu penting karena potensi pendapatan dari sektor tersebut sangat tinggi. Puncaknya terjadi selama Ramadhan karena operasi lalu lintas sangat gencar dilakukan oleh kepolisian.  Upaya agar tertib berlalu lintas selalu di gaungkan dan di upayakan oleh pemerintah melalui dalam hal ini adalah aparat kepolisian, banyak hal yang di upayakan dalam mencanangkan program tertib berlalu lintas mulai dari sosialisasi hingga tindakan salah satu tindakan yang sudah dari dulu dan hingga kini masih diterapkan adalah dengan cara pemberian denda kepada setiap pelanggar lalu lintas, denda adalah merupakan salah satu jenis sanksi pidana, pidana denda adalah salah satu jenis pidana dalam stelsel pidana pada umumnya. Apabila obyek dari pidana penjara dan kurungan adalah kemerdekaan orang dan obyek pidana mati adalah jiwa orang maka obyek dari pidana denda adalah harta benda si terpidana. Harta benda yang manakah yang di maksudkan? Apabila kita perhatikan bunyi ketentuan KUHP maupun UU lain maka jelaslah bahwa harta benda yang dimaksudkan adalah dalam bentuk uang dan bukan dalam bentuk natura atau barang, baik bergerak maupun tidak bergerak. Sebagai salah satu jenis pidana denda , tentu saja pidana denda bukan dimaksudkan sekedar untuk tujuan-tujuan ekonomis misalnya untuk sekedar menambah pemasukan keuangan negara, melainkan harus dikaitkan dengan tujuan-tujuan pemidanaan. Pengaturan dan penerapan pidana denda baik dalam tahap legislatif (pembuatan undang-undang) tahap yudikatif (penerapannya oleh hakim), maupun tahap pelaksanaannya oleh komponen peradilan pidana yang berwenang (eksekutif) harus dilakukan sedemikian rupa sehingga efektif dalam mencapai tujuan pemidanaan. Oleh karena itu pidana denda senantiasa dikaitkan dengan pencapaian tujuan pemidanaan. Selanjutnya efektifitas suatu pemidanaan tergantung pada suatu jalinan mata rantai tahap-tahap atau proses sebagai berikut:
a. Tahap penetapan pidana (denda) oleh pembuat undang-undang,
b. Tahap pemberian atau penjatuhan pidana (denda) oleh pengadilan, dan
c. Tahap pelaksanaan pidana (denda) oleh aparat yang berwenang.
Tetapi di samping faktor-faktor diatas, efektifitas pidana denda itu sangat tergantung pula pada pandangan dan penilaian masyarakat terhadap pidana denda. Apabila masyarakat masih melihat pidana denda sebagai hal yang kurang memenuhi rasa keadilan. Perlunya diadakan penelitian apakah keberadaan pidana denda ini masih dapat diterima oleh masyarakat, atapun apakah masyarakat telah puas dengan pidana denda dalam undang undang lalu lintas ini..
Dikaitkan dengan keberadaan denda dalam undang undang nomor 22 tahun 2009 dalam hal ini denda menjadi sebilah mata pisau bagi aparat kepolisian untuk mentertibkan masyarakat sehingga masyarakat akan patuh terhadap undang undang Lalu lintas ini, Namun keberadaan pidana denda ini bukannya tanpa masalah , banyak permasalahn yang muncul dalam penerapan sanksi pidana denda ini dalam pelaksanaan undang undang nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas, maka bukan tidak mungkin dan seharusnya mungkin ada sanksi lain  yang diterapkan dalam pelksanaan undang undang lalu lintas ini semisal pemberian sanksi sosial berupa kerja sosial , maupun sanksi moral yang juga akan menimbulkan efek jera bagi pelaku pelanggaran undang undang lalu lintas, hal ini karena keberadaan denda sudah sangat kuno dan dianggap terlalu ringan bagi sebagian kalangan sehingga tidak menimbulkan efek jera maupun rasa bersalah ketika para pelaku ini melanggar undang undang lalu lintas, selain itu tidak usah kita pungkiri juga bahwa keberadaan sanksi denda ini juga dimanfaatkan oleh oknum oknum kepolisian mencari keuntungan dengan melakukan perbuatan korupsi,selain itu proses pembayaran masalah sanksi pidana denda yang tidak semua orang mengerti tentang teknis pembayaran mengenai ada beberapa slip surat tilang juga sangat membingungkan sehingga sering dimanfaatkan oleh segelintir oknum polisi nakal, sering bocornya pembayaran denda dari tilang kendaraan bermotor juga menjadi problem tersendiri yang hingga saat ini masi marak, tentu saja kita tidak bisa secara instan mengganti semua pidana denda dengan sanksi lain karena untuk beberapa hal perlu dipertahankan adanya pidana denda ini karena dianggap cukup evektiv,
Agar lebih mendalami akan di cantumkan Daftar denda tilang yang termuat dalam Undang undang No.22 Tahun 2009 antara lain :
1. Setiap Orang
Mengakibatkan gangguan pada : fungsi rambu lalu lintas, Marka Jalan, Alat pemberi isyarat lalu lintas fasilitas pejalan kaki, dan alat pengaman pengguna jalan.
Pasal 275 ayat (1) jo pasal 28 ayat (2)
Denda : Rp 250.000

2. Setiap Pengguna Jalan
Tidak mematui perintah yang diberikan petugas Polri sebagaimana dimaksud dalam pasal 104 ayat (3), yaitu dalam keadaan tertentu untuk ketertiban dan kelancaran lalu lintas wajib untuk : Berhenti, jalan terus, mempercepat, memperlambat, dan / atau mengalihkan arus kendaraan.
Pasal 282 jo Pasal 104 ayat (3)
Denda : Rp 250.000

3. SETIAP PENGEMUDI ( PENGEMUDI SEMUA JENIS RANMOR )
a. Tidak membawa SIM
Tidak dapat menunjukkan Surat Ijin Mengemudi yang Sah
Pasal 288 ayat (2) jo Pasal 106 ayat (5) hrf b.
Denda : Rp 250.000

b. Tidak memiliki SIM
Mengemudikan kendaraan bermotor di jalan,tidak memiliki Surat Izin Mengemudi
Pasal 281 jo Pasal 77 ayat (1)
Denda : Rp 1.000.000

c. STNK / STCK tidak Sah
Kendaraan Bermotor tidak dilengkapi dengan STNK atau STCK yang ditetapkan oleh Polri.
Psl 288 ayat (1) jo Psl 106 ayat (5) huruf a.
Denda : Rp 500.000

d. TNKB tidak Sah
Kendaraan Bermotor tidak dipasangi Tanda Nomor Kendaraan Bermotor yang ditetapkan oleh Polri.
Pasal 280 jo pasal 68 ayat (1)
Denda : Rp 500.000

e. Perlengkapan yg dpt membahayakan keselamatan.
Kendaraan bermotor dijalan dipasangi perlengkapan yang dapat menganggu keselamatan berlalu lintas antara lain: Bumper tanduk dan lampu menyilaukan.
Pasal 279 jo Pasal 58
Denda : Rp 500.000

f. Sabuk Keselamatan
Tidak mengenakan Sabuk Keselamatan
Psl 289 jo Psl 106 Ayat (6)
Denda : Rp 250.000

g. Lampu utama malam hari
Tanpa menyalakan lampu utama pada malam hari dan kondisi tertentu.
Pasal 293 ayat (1) jo pasal 107 ayat (1)
Denda : Rp 250.000

h. Cara penggandengan dan penempelan dgn kendaraan lain
Melanggar aturan tata cara penggandengan dan penempelan dengan kendaraan lain Pasal 287 ayat (6) jo pasal 106 (4) hrf h
Denda : Rp 250.000

i. Ranmor Tanpa Rumah-rumah
Selain Spd Motor Mengemudikan Kendaraan yang tidak dilengkapi dengan rumah-rumah, tidak mengenakan sabuk keselamatan dan tidak mengenakan Helm.
Pasal 290 jo Pasal 106 (7).
Denda : Rp 250.000

j. Gerakan lalu lintas
Melanggar aturan gerakan lalu litas atau tata cara berhenti dan parkir
Pasal 287 ayat (3) jo Pasal 106 ayat (4) e
Denda : Rp 250.000

k. Kecepatan Maksimum dan minimum
Melanggar aturan Batas Kecepatan paling Tinggi atau Paling Rendah
Psl 287 ayat(5) jo Psl 106 ayat (4) hrf (g) atau psl 115 hrf (a)
Denda : Rp 500.000

l. Membelok atau berbalik arah
Tidak memberikan isyarat dengan lampu penunjuk arah atau isyarat tangan saat akan membelok atau berbalik arah. Pasal 294 jo pasal 112 (1).
Denda : Rp 250.000

m. Berpindah lajur atau bergerak ke samping
Tidak memberikan isyarat saat akan berpindah lajur atau bergerak kesamping.
Pasal 295 jo pasal 112 ayat (2)
Denda : Rp 250.000

n. Melanggar Rambu atau
Marka Melanggar aturan Perintah atau larangan yang dinyatakan dengan Rambu lalu lintas atau Marka
Psl 287 ayat(1) jo psl 106(4) hrf (a) dan Psl 106 ayat(4) hrf (b)
Denda : Rp 500.000

o. Melanggar Apil (TL - Traffic Light)
Melanggar aturan Perintah atau larangan yang dinyatakan dgn alat pemberi isyarat Lalu Lintas. Psl 287 ayat (2) jo psl 106(4) hrf ©
Denda : Rp 500.000

p. Mengemudi tidak Wajar
- Melakukan kegiatan lain saat mengemudi
- Dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di jalan
Pasal 283 jo pasal 106 (1).
Denda : Rp 750.000

q. Diperlintasan Kereta Api
Mengemudikan Kendaran bermotor pada perlintasan antara Kereta Api dan Jalan, tidak berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, Palang Pintu Kereta Api sudah mulai ditutup, dan / atau ada isyarat lain.
Pasal 296 jo pasal 114 hrf (a)
Denda : Rp 750.000

r. Berhenti dalam Keadaan darurat.
Tidak Memasang segitiga pengaman, lampu isyarat peringatan Bahaya atau isyarat lain pada saat berhenti atau parkir dalam keadaan darurat dijalan.
Pasal 298 jo psl 121 ayat (1)
Denda : Rp 500.000

s. Hak utama Kendaraan tertentu
Tidak memberi Prioritas jalan bagi kendaraan bermotor memiliki hak utama yang menggunakan alat peringatan dengan bunyi dan sinar dan / atau yang dikawal oleh petugas Polri.
a. Kend Pemadam Kebakaran yg sdg melaks tugas
b. Ambulan yang mengangkut orang sakit ;
c. Kend untuk memberikan pertolongan pd kecelakaan
Lalu lintas;
d. Kendaraan Pimpinan Lembaga Negara Republik
Indonesia;
e. Kend Pimpinan dan Pejabat Negara Asing serta Lembaga
internasional yg menjadi tamu Negara;
f. Iring – iringan Pengantar Jenazah; dan
g. Konvoi dan / atau kend utk kepentingan tertentu menurut
pertimbangan petugas Kepolisian RI.
Pasal 287 ayat (4) jo Pasal 59 dan pasal 106 (4) huruf (f) jo Pasal 134 dan pasal 135.
Denda : Rp 250.000

t. Hak pejalan kaki atau Pesepeda
Tidak mengutamakan pejalan kaki atau pesepeda
Pasal 284 jo 106 ayat (2).
Denda : Rp 500.000

Dari pengamatan daftar denda di atas terlalu munafik apabila kita mengatakan denda tersebut tidak berat, karena dilihat dai nilai nominalnya , denda denda tersebut lumayan cukup untuk menguras kantong, apalagi bagi kalangan masyarakat yang Ekonominya sedikit lemah belum lagi evek jera yang didapat akan tidak berarti apabila denda tilang tersebut mengenai golongan masyarakat yang berkecukupan atau memiliki tingkat ekonomi yang tinggi. nah oleh karena itu sekiranya Dimungkinkan untuk memasukkan beberapa pidana pengganti yang sekiranya tidak memberatkan masyarakat. Dan apakah masyarakat masi mampu menerima keberadaan pidana denda ini atau berharap muncul pidana pengganti yang dirasa adil dan memiliki efek jera


Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat ditarik beberapa Rumusan masalah dari penelitian ini antara lain.,
1.      Apakah masih evektiv pidana denda pada kasus Tilang di Indonesia pada saat ini?
2.      Apakah masyarakat masih berharap kepada ke efektivan pidana denda dalam Undang undang Nomor 22 tahun 2009?
3.      Apakah masyarakat menghendaki ada pidana lain sebagai pengganti atau pendamping dari pidana denda dalam kasus tilang kendaraan di indonesia?

Tujuan penelitian

·         Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur kepuasan masyarakat terhadap Pidana denda dalam kasus tilang kendaraan bermotor
·         Tujuan yang ke dua adalah untuk mengetahui ke evektifan dari pelaksanaan Pidana denda ini dari efek jera yang ditimbulkan dan tingkat pelanggaran lalu lintas dalam masyarakat
·         Dan yang terakhir adalah menjadi masukan bagi Legislatif atau aparat kepolisian guna menciptakan punishment baru yang bisa dianggap adil dan memiliki evek jera dalam masyarakat.


Manfat penelitian
Manfaat dari diadakan penelitian hukum mengenai masalah ini adalah ;
1.      Mengetahui tingkat keevektifan dari pidana denda yang termuat dalam tilang kendaraan bermotor
2.      Mengetahui pendapat masyarakat mengenai pidana denda dari tilang kendaraan bermotor yang berlaku saat ini di wilayah hukum Indonesia

Metode penelitian :
a. Wilayah Penelitian :
Daerah wilayah kota Surabaya mewakili seluruh indonesia dengan dibagi menjadi 4 wilayah
·         Surabaya Utara;
-Bulak                         -Krembangan
-Semampir                   -Pabean cantikan
-Kenjeran
·         Surabaya Selatan
-Wonocolo                  -Jambangan
-Wonokromo               -Dukuh pakis
-Wiyung
-Karangpilang
·         Surabaya Barat
-Benowo                     -Asemrowo
-Pakal                          -Sambikerep
-Sukomanunggal         -Lakarsantri
·         Surabaya Timur
-Gubeng                      -sukolilo                     
-Tenggilis mejoyo
-Gununganyar             -Mulyorejo
-Tambaksari                 -Rungkut
·         Surabaya Pusat
-Tegalsari                     -bubutan
-genteng                      -Simokerto



Jenis dan Sumber Data
Meliputi data primer dan sekunder,
Data primer diperoleh langsung dari responden dan informan kunci, yaitu :
-          Masyarakat, sebanyak 50 orang dengan cluster Random umur kisaran 20-40 Tahun yang tidak cacat Hukum dan bisa mengendarai kendaraan bermotor serta selalu menggunakan kendaraan bermotor pribadi dalam kegiatan sehari hari
-          Kasatlantas Polrestabes Surabaya.
Data sekunder , dilakukan dengan penelitian kepustakaan guna mendapatkan landasan teoritis. Pengumpulan data ini dilakukan dengan studi atau penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu dengan mempelajari peraturan-peraturan, dokumen-dokumen maupun buku-buku yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti, dan doktrin atau pendapat para sarjana. 
Teknik dan metode pengambilan data
Data yang telah terkumpul melalui kegiatan pengumpulan data belum memberikan arti apa-apa bagi tujuan penelitian. Penelitian belum dapat ditarik kesimpulan bagi tujuan penelitiannya sebab data itu masih merupakan bahan mentah, sehingga diperlukan usaha untuk mengolahnya  Menjadi digram diagram yang sitematis sehingga mudah dalam memahaminya
Proses yang dilakukan adalah dengan memeriksa, meneliti data yang diperoleh untuk menjamin apakah data dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan kenyataan. Atau valid  Setelah data diolah dan dirasa cukup maka selanjutnya disajikan dalam bentuk uraian-uraian kaliamat yang sistematis disertai diagram diagram yang sistematis mudah dicerna

Analisis Data
Metode analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif, yaitu uraian data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, runtun, logis dan tidak tumpang tindih sehingga memudahkan implementasi data dan pemahaman hasil analisis. Dalam hal ini setelah bahan dan data diperoleh, maka selanjutnya diperiksa kembali bahan dan data yang telah diterima terutama mengenai konsistensi jawaban dari keragaman bahan dan data yang diterima. Dari bahan dan data tersebut selanjutnya dilakukan analisis terhadap penerapan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap anak dari tindak pidana pencabulan.








[1] Kompas,Denda tilang perlu diumumkan,h1,8januari2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar