Senin, 06 Januari 2020

Analisis Konflik dan kepentingan Laut China Selatan



Sejak ratusan tahun silam Laut cina selatan sudah menciptakan ketegangan, mulai dari jalur perdagangan yang sering dilewati oleh kapal dagang hingga sumber daya alam yang melimpah,  dikutip dari Tirto.id Nilai perdagangan di jalur ini diperkirakan lebih dari 5 triliun dolar AS per tahun, dan cadangan minyak bumi yang tersimpan sebesar 11 miliar barel serta gas alam mencapai 190 triliun kaki kubik hal hal ini lah yang menjadi sumber perebutan wilayah laut cina selatan.

Pada dasarnya wilayah tiongkok sangat jauh dari kepulauan natuna, namun Tiongkok mengklaim wilayah tersebut berdasarkan Nine dash line yang mereka klaim sepihak, dikutip dari South China Morning Post (12/07/2016), jalur ini membentang sejauh 2.000 km dari daratan China hingga beberapa ratus kilometer dari Filipina, Malaysia, dan Vietnam. Pada 1947, China yang masih dikuasasi oleh Partai Kuomintang pimpinan Chiang Kai Sek memulai klaim teritorialnya atas Laut China Selatan. 

Angkatan laut China menguasai beberapa pulau di Laut China Selatan yang telah diduduki oleh Jepang selama perang dunia kedua. Saat itu, pemerintah Kuomintang menciptakan garis demarkasi di peta China berupa 11 garis putus-putus atau disebut sebagai "Eleven-Dash Line". 

Pada 1949, Republik Rakyat China didirikan dan pasukan Kuomintang melarikan diri ke Taiwan.  Selanjutnya, Pemerintah Komunis menyatakan diri sebagai satu-satunya perwakilan sah China dan mewarisi semua klaim maritim bangsa di wilayah tersebut. Tapi, pada awal 1950-an, dua garis putus-putus dihapus dengan mengeluarkan Teluk Tonkin sebagai isyarat untuk kawan-kawan komunis di Vietnam Utara, Sehingga namanya pun berubah dari menjadi Nine-Dash Line

            Tiongkok, mengklaim bahwa perairan ZEE utara natuna tumpang tindih dengan nine dash line atau tradisional fishing zone  dari tiongkok,  menarik apabila ditinjau dari konvensi Hukum Laut Internasional 1982, ZEE (Zona Ekonomi Ekslusif) dalam pasal 57 tentang ZEE, Zona ekonomi eksklusif tidak boleh melebihi 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur, sedangkan Nine dash line atau traditional fishing zone yang dikeluarkan pemerintah tiongkok tidak memiliki payung Hukum dalam Konvensi Hukum laut Internasional, berdasarkan hal tersebut secara Hukum Keberadaan nelayan-nelayan China atau negara lain 200 mil laut dari pulau Natuna dan keberadaanya untuk mengekploitasi wilayah tersebut harus tunduk pada aturan Pasal 58 UNCLOS dalam ayat 3 yang berbunyi harus mentaati peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Negara pantai sesuai dengan ketentuan Konvensi ini dan peraturan hukum internsional lainnya sepanjang ketentuan tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan Bab ini.

 Indonesia memiliki Hak berdaulat pada Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan Landas Kontinen pada Perairan tersebut. ZEE adalah kawasan yang berjarak 200 mil dari pulau terluar. Di kawasan ZEE ini, Indonesia berhak untuk memanfaatkan segala potensi sumber daya alam yang ada, termasuk ikan. Terkait wilayah ZEE Di Natuna Menurut guru besar Universitas Indonesia dalam wawancara di stasiun Tv swasta “Memang di wilayah tersebut adalah wilayah laut lepas, tidak dimiliki negara. Tetapi sumber daya alam yang di dalam Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen diberikan kepada negara pantai. Di situlah kemudian Indonesia mengelola sumber daya alam yang ada di situ. Dan apabila ada kapal negara lain yang ingin mengambil ikan di situ, tentu harus meminta izin kepada Indonesia. Nah, sovereign right ini yang dipermasalahkan Cina”.

Menjaga kedaulatan tetapi tidak memancing peperangan, Kehadiran Militer Indonesia Di Natuna sangat penting, kehilangan sipadan dan ligitan merupakan tamaparan kepada pemerintah Indonesia untuk tidak menyepelekan permasalahan permasalah batas wilayah dengan negara lain, meskipun diplomasi merupakan yang diutamakan namun tidak tidak dengan tangan kosong, dalam strategi militer Teori diterensi sudah umum digunakan, yakni persenjataan harus disiagakan dan tidak pernah digunakan, Dalam tulisan klasik Thomas Schelling (1966) tentang deterensi, ia memaparkan konsep bahwa strategi militer tidak bisa lagi dijadikan standar kemenangan militer. Ia berpendapat bahwa strategi militer saat ini lebih mengarah ke seni koersi atau intimidasi dan deterensi. Selain itu masih ingat salah satu sumber putusan lepasnya Sipadan dan Ligitan adalah tidak adanya kehadiran pemerintah Indonesia di kedua pulau tersebut.

Ekonomi dan kedaulatan, sebelumnya Diketahui pemerintah Tiongkok dan Indonesia memiliki banyak perjanjian investasi berdasarkan dari Kompas.com China pada 2019 menduduki peringkat ke 3 negara dengan investasi terbesar di Indonesia dengan nilai investasi sebesar 2,3 miliar dollar AS atau 16,2 persen dari total PMA Dan Berdasarkan data statistik utang luar negeri Indonesia (SULNI) yang dirilis Bank Indonesia (BI) periode terbaru, yakni per September 2019 menurut negara pemberi kredit, utang Indonesia yang berasal dari China tercatat sebesar 17,75 miliar dollar AS atau setara Rp 274 triliun (kurs Rp 13.940), dua hal tersebut menggambarkan bagaimana ketergantungan Indonesia kepada Tiongkok namun jangan sampai hal tersebut membuat Indonesia melunak kepada pemerintah tiongkok, hal ini dakrenakan masalah ekonomi dan kedaulatan negara adalah dua hal yang harus dipisahkan, namun hal ini merupakan sinyal merah yang perlu diwaspadai pemerintah Indonesia,  mengutip salah satu kejadian di Zimbabwe dimana Zimbabwe harus rela mengganti mata uang menjadi yuan yang mencapai 40 juta dollar amerika, di zaman modern saat ini dikenal dengan penjajahan gaya baru yakni dengan cara memberikan hutang, seperti cara para rentenir Hutang menjadi sarana yang ampuh dalam melemahkan suatu negara, cara china ini dalam dunia internasional dikenal dengan Debt-Trap diplomacy, Mengambil sumber dari Wikipedia Diplomasi jebakan utang atau debt-trap diplomacy adalah jenis diplomasi yang didasari oleh utang-piutang dalam sebuah hubungan bilateral antarnegara. Diplomasi ini melibatkan suatu negara pemberi utang yang secara sengaja memperpanjang kredit berlebihan ke negara penerima utang. Hal ini diduga dilakukan supaya negara pemberi utang dapat memperoleh konsesi ekonomi atau politik dari negara pengutang ketika negara tersebut tidak dapat memenuhi kewajiban utangnya (seringkali pinjaman berbasis aset, termasuk infrastruktur). Persyaratan pinjaman sering kali tidak diumumkan ke masyarakat dan uang pinjaman biasanya digunakan untuk membayar kontraktor dari negara pemberi utang, selain Zimbabwe Salah satu contoh yang paling sering disebutkan dari dugaan diplomasi perangkap utang oleh Tiongkok adalah pinjaman yang diberikan kepada pemerintah Sri Lanka oleh Bank Exim China untuk membangun Pelabuhan Magampura Mahinda Rajapaksa dan Bandara Internasional Mattala Rajapaksa.

Kesimpulannya, posisi Indonesia berada diatas angin, mengingat pernyataan Tiongkok yang menyebutkan bahwa Tidak ada  tumpang tindih wilayah ZEE Indonesia dengan posisi nine dash line milik pemerintah tiongkok, kalaupun pemerintah tiongkok meralat pernyataan tersebut putusan Mahkamah arbitrase internasional pada tahun 2016 telah memberikan putusan bahwa klaim china berdasar Nine dash line oleh pemerintah Tiongkok tidak memiliki dasar, meskipun pemerintah Tiongkok sendiri memboikot mahkamah tersebut dan menyatakan bahwa mahkamah tersebut tidak memiliki Yuridiksi, namun  putusan tersebut membawa posisi Indonesia berada di atas angin pada permasalahan ini, namun meskipun posisi Indonesia berada diatas angin tidak harus membuat Indonesia terlena, kehadiran Militer di Indonesia mengirimkan pesan kepada pemerintah Tiongkok bahwa Indonesia tidak main main terkait masalah kedaulatan negara meskipun Indoesia dan tiongkok memiliki kemesraan dalam bidang ekonomi dan investasi tidak bisa merubah pandangan negara terkait kedaulatan, Penguatan Militer Indonesia yang digagas oleh presiden ke 6 Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono, Penguatan Militer Indonesia tersebut dikenal dengan istilah Minimum Essential Force (MEF) kini terlihat manfaatnya, terkait dengan konflik di natuna kehadiran Hulubalang-Hulubalang terbaru Republik Indonesia akan menimbulkan Diterent Factor bagi negara yang mencoba mengusik Garuda yang sedang Istirahat.